A.
PENGERTIAN
Penyakit gagal ginjal
adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga
akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan
elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium
dan kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang
secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi
mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam
jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Anonim,
2010)
Penyakit Ginjal Kronik
(PGK) adalah suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang bersifat kronik,
progresif dan berlangsung menetap. Beberapa tahun pada keadaan ini ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan cairan tubuh dalam
keadaan asupan diet normal (Rindiastuti, 2006).
Dan pada penderita yang
berada stadium akhir untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya diperlukan
terapi penganti yaitu hemodialisis (HD), peritoneal dialysis mandiri
berkesinambungan Continuos Ambulatory Peritoneal dialysis (CAPD) atau
transplantasi ginjal ( Wilson & Price;1994 dalam Rindiastuti;2006).
B.
ETIOLOGI
Pada gagal ginjal akut,
fungsi ginjal hilang dengan sangat cepat dan dapat terjadi dari suatu luka
tubuh yang bervariasi. Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa
penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan
berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering
kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya (Susanto) :
1.
Penyakit tekanan darah tinggi
2.
Penyakit Diabetes Mellitus
3.
Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor,
penyempitan/striktur)
4.
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
5.
Menderita penyakit kanker
6.
Kelainan ginjal, dimana
terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic
kidney disease)
7.
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh
infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut
sebagai glomerulonephritis.
Adapun
penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila
tidak cepat ditangani antara lain adalah ; Kehilangan carian banyak yang
mendadak ( muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti
penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Preeklampsia, Obat-obatan dan
Amiloidosis (Tim Vitahealth, 2008).
C.
PATOFISIOLOGI
Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urine)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis.
Penurunan
laju filtrasi ginjal (GFR) dapat di deteksi dengan mendapatkan urine 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat
tidak berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar
kreatinin akan meningkat selain itu kadar nitrogen urea dalam darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif
kerana renal substansi ini di produksi secara konstan oleh tubuh.
Retensi
cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elekrolit sehari-hari.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkat resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongesif, dan hipertensi, hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldsteron.
Asidosis,
dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi Asidosis Metabolik seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan
Anemia
terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendekan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang di produksi oleh
ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan. (Smeltzer & Bare, 2001)
Ketidakseimbangan kalsium
dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan
turun. Dengan menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Perdarahan
gastroenteritis. Kadar ureum yang tinggi dalam darah berpengaruh pada trombosit
dimana trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan. Akibatnya akan timbul
perdarahan dari hidung, gastrointestinal dan sering terjadi perdarahan bawah
kulit.(Smelzer & Bare, 2001)
Gejalah
dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis) akibat
butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit.(Sibuea, Herdin 1992)
D.
MANIFESTASI KLINIS
Beberapa tanda atau gejala gagal ginjal umum yang perlu
diketahui :
1.
Kencing terasa kurang dibandingkan dengan kebiasaan sebelumnya.
2.
Kencing berubah warna,
berbusa, atau sering bangun malam untuk kencing.
3.
Sering bengkak di kaki, pergelangan, tangan, dan muka, karena
ginjal tidak bisa membuang air yang berlebih.
4.
Lekas capai atau lemah, akibat kotoran tidak bisa dibuang oleh
ginjal.
5.
Sesak napas, akibat air
mengumpul di paru-paru. Keadaan ini sering disalahartikan sebagai asma atau
kegagalan jantung.
6.
Napas bau karena adanya kotoran yang mengumpul di rongga mulut.
7.
Rasa pegal di punggung. Gatal-gatal, utamanya di kaki.
8.
Kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah
(Anonim, 2010)
E.
KOMPLIKASI
1.
Hiperkalemia
2.
Perikarditis, efusi pericardial,
dan tamponade jantung
3.
Hipertensi
4.
Anemia, perdarahan
gastrointestinal
5.
Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan umum:
1. Urin
a. Volume
: biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria)
b. Warna
: secara abnormal urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat atau urat
c. Klirens
kreatinin (normal 117-120 ml/menit)
d. Protein:derajat
tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus.
2. Darah
a. Ureum
meningkat (normal 20-40 mg/dl), kreatinin meningkat (normal 0,5-1,5 mg/dl)
b. Hitung
darah lengkap : Ht menurun, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl (normal laki-laki
13-16 gr/dl, perempuan 12-14 gr/dl).
c. Natrium
serum : meningkat (normal 135-147 mEq/L)
d. GDA
(Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 (normal 7,38-7,44)
e. Kalium
: meningkat (normal 3,55-5,55 mEq/L)
f. Magnesium/fosfat
: meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)
g. Kalsium
: menurun (normal 9-11 mg/dl)
h. Protein
: (khususnya albumin) : menurun. (normal 4-5,2 g/dl)
Pemeriksaan
khusus :
1. Foto
polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu/obstruksi
2. EKG
(Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
3. USG
(Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
Anatomi sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang
irreversible seperti obstruksi, oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk
menilai apakah proses berjalan lancar. Pemeriksan USG merupakan teknik
noninvasive dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur
serta tujuan kepada pasien. (Dongoes, Maryllin. 1999)
4. Pielografia
intra-vena (PIV) untuk menilai pelviokalises dan ureter persiapan pasien
sebelum menjalani pielografia intra vena (PIV):
5. Riwayat
pasien dianamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat menimbulkan
reaksi yang merugikan terhadap media kontras. Dokter dan ahli radiologi harus
memperhatikan informasi atau kecurigaan pada kemungkinan alergi sehingga dapat
dilakukan tindakan untuk mencegah reaksi alergi yang serius. Kemungkinan adanya
alergi juga harus dicatat dengan jelas dalam catatan medik pasien.
6. Pemberian
cairan dapat di batasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk meningkatkan
produksi urin yang pekat. Namun demikian, pasien-pasien yang berusia lanjut
dengan cadangan atau fungsi ginjal minimal, pasien multipel myeloma dan pasien
diabetes mellitus yang tidak terkontrol mungkin tidak dapat mentolerir keadaan
dehidrasi. Setelah berkonsultasi dengan dokter, perawat dapat memberikan air
minum sehingga pasien dapat meminumnya pada saat sebelum pemeriksaan. Pasien
boleh mengalami hidrasi yang berlebihan karena keadaan ini dapat mengencerkan
media kontras dan membuat visualisasi traktus urinarius kurang adekuat.
7. Prosedur
itu sendiri serta perasaan yang timbul akibat penyuntikan media kontras dan
selama pelaksanaan pemeriksaan (misalnya perasaan panas, serta kemerahan pada
muka yang bersifat sementara) perlu di beritahukan kepada pasien.
8. Pielografia
retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
9. Dalam
pielografia retrograde chateter ureter biasanya lewat ureter
ke dalam pelvis ginjal dengan bantuan sistoskopi kemudian media kontras
dimasukan dengan grafitasi atau penyuntikan melalui chateter pielografi
retrograde biasanya di lakukan jika pemeriksaan IVP kurang memeperlihatkan
dengan jelas sistem pengumpul.
10. Pemeriksaaan
foto dada dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial
11. Pemeriksaan
radiologi
(Suyono, slamet 2001)
G.
PENATALAKSANAAN
1.
Konservatif
-
Dilakukan
pemeriksaan lab.darah dan urin
-
Observasi
balance cairan
-
Observasi
adanya odema
-
Batasi
cairan yang masuk
2.
Dialysis
-
peritoneal
dialysis
biasanya
dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
-
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif
di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
-
AV fistule
: menggabungkan vena dan arteri
-
Double
lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
3.
Operasi
-
Pengambilan
batu
-
transplantasi
ginjal
H.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian
dasar Gagal Ginjal Kronik:
a. Riwayat
gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan
b. Kaji
derajat kerusakan Ginjal
c. Lakukan
pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi, respirasi, Tekanan darah, suhu
badan) Sistem saraf, sistem integumen, dan sistem musculoskeletal.
d. Aktifitas
/ Istirahat
Gejala : Kelelahan
ekstrim, Kelemahan, Malaise, Gangguan tidur, (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan
otot , kehilangan tonus, Penurunan rentang gerak.
e. Sirkulasi
Gejala : Riwayat
Hipertensi lama atau berat
Palpitasi
; Nyeri dada (Angina )
Tanda
: Hipertensi, Nadi kuat, Edema jaringan umum Dan pitting
pada kaki, telapak tangan. Disritmia Jantung
Nadi Lemah Halus, hipotensi,
Pucat ; kulit Coklat kehitaman ,
kuning
Kecendrungan perdarahan
f. Integritas
Ego
Gejala : Faktor
stres contoh Finansial, hubungan dan sebagainya
Perasaan tidak berdaya, tidak ada
kekuatan, tidak ada harapan
Tanda : Menolak,
Ansietas, Takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
g. Eliminasi
Gejala : Penurunan
frekuensi urine, oliguria, anuria (Pada tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare atau
konstipasi
Tanda
: Perubahan warna urine,; contoh kuning pekat,
merah, coklat.
Oliguria
dapat menjadi anuria.
h. Makanan
/ Cairan
Gejala : Peningkatan
berat badan cepat (edema), Malnutrisi
Anoreksia, nyeri ulu hati,
mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut
Tanda : Distensi
abdomen/asites, Pembesaran hati (Tahap akhir)
i.
Perubahan turgor kulit kelembaban
Edema
Ulserasi gusi, perdarahan gusi
dan mulut
Penurunan otot, penurunan lemak
sub kutan, penampilan tak bertenaga.
j.
Neurosensori
Gejala : Sakit
kepala , penglihatan kabur.
Kram otot/ kejang,
Kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstrimitas bawah
Tanda :
Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
Rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis.
k. Nyeri
/ kenyamanan
Gejala : Nyeri
panggul, sakit kepala, kram otot nyeri kaki
Tanda : Perilaku
berhati-hati, gelisah.
l.
Pernapasan
Gejala : Napas
pendek; batuk dengan/tanpa sputum
Tanda : Takipnea,
dispnea, Peningkatan frekwensi/ kedalaman (kusmaul)
Batuk
produktif dengan sputum merah muda
m. Keamanan
Gejala : Kulit
gatal
Ada/
berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus
Demam; sepsis dehidrasi,
Normotermia dapat secara atual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami
suhu tubuh lebih rendah dari normal
Fraktur tulang, Deposit fosfat
kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi
n. Seksualitas
Gejala : Penurunan
libido, amenorea, infertilitas
o. Interaksi
sosisal
Gejala : Kesulitan menentukan
kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
p. Penyuluhan
/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat
DM keluarga (Resiko tinggi untuk gagal ginjal) Penyakit
polikistik, Nefritis, Riwayat terpajan pada toksik, contoh obat dan
racun lingkungan ,Penggunaan antibiotik berulang.
2.
Diagnosa
dan intervensi keperawatan
a.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah
jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan curah jantung
dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi
perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
1)
Auskultasi
bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2)
Kaji
adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3)
Selidiki
keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4)
Kaji
tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b.
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh
ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema,
keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1)
Kaji
status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran,
turgor kulit tanda-tanda vital
2)
Batasi
masukan cairan
R: Pembatasan
cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
3)
Jelaskan
pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
4)
Anjurkan
pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan
haluaran
R: Untuk
mengetahui keseimbangan input dan output
c.
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan
nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1)
Awasi
konsumsi makanan / cairan
R:
Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2)
Perhatikan
adanya mual dan muntah
R: Gejala yang
menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
3)
Beikan
makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih
kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4)
Tingkatkan
kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan
pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
5)
Berikan
perawatan mulut sering
R: Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
d.
Perubahan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui
alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
1)
Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2)
Ajarkan
pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan
jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3)
Atur
posisi senyaman mungkin
R: Mencegah
terjadinya sesak nafas
4)
Batasi
untuk beraktivitas
R: Mengurangi
beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
e.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
-
Mempertahankan
kulit utuh
-
Menunjukan
perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
1)
Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
2)
Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi
adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan
3)
Inspeksi
area tergantung terhadap udem
R: Jaringan
udem lebih cenderung rusak / robek
4)
Ubah
posisi sesering mungkin
R: Menurunkan
tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
5)
Berikan
perawatan kulit
R: Mengurangi
pengeringan , robekan kulit
6)
Pertahankan
linen kering
R: Menurunkan
iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
7)
Anjurkan
pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area
pruritis
R:
Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
8)
Anjurkan
memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah
iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar