iklankan produkmu

Kamis, 03 November 2016

laporan pendahuluan ppok



       I.            PENGERTIAN
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan kategor penyakit paru-paru yang utama dan bronchitis kronis, mana keduanya menyebabkan perubahan pola pernapasan (Reeves, 2001:41)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah kondisi obstruksi irreversible progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta ntoleransi aktifitas. (Nilah G. Yasin: 2003)
    II.            ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mnyebabkan Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1.      Kebiasaan merokok
2.      Polusi udara
3.      Paparan debu, asap
4.      Gas-gas kimawi akibat kerja
5.      Riwayat nfeksi saluran nafas
6.      Bersifat genetik yakni defisiensi a-l anti tripsin
(Arief Mansjoer: 2002).
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit  PPOK, yaitu:
1.      Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
2.      Jenis kelamin pria lebih beresiko dibandng wanta
3.      Merokok
4.      Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tdak irasakan
5.      Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6.      Polusi udara
7.      Infeksi sistem pernafasan akut, seperti pneumonia dan bronkitus
(Neil F. Gordan:2002)

 III.            MANFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
 3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas   (mansjoer, 2001)
 IV.            PATOFISOLOGI
Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Mansjoer, 2001)
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara 18 kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastorius individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.
 (Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman, 2000)

    V.            PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b.      Radiologi (foto toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (GOLD, 2009).
c.       Laboratorium darah rutin
d.      Analisa gas darah
e.       Mikrobiologi sputum
 (PDPI, 2003)

 VI.            PENATALAKSANAAN
1.      Penatalaksanaan medis
penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a.       Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b.      Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus.
19
c.       Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
d.      Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e.       Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan nafas. (Davey, 2002)
2.      Penatalaksanaan keperawatan Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a.       Mempertahankan patensi jalan nafas
b.      Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c.       Meningkatkan masukan nutrisi
d.      Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e.        Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
(Doenges, 2000)

VII.            KOMPLIKASI
Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a.       Bronkhitis akut
b.      Pneumonia
c.       Emboli pulmo
d.      Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil
(Lawrence M. Tierney, 2002)

VIII.            ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.       Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
b.      Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh adanya sesak nafas.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis atau penyakit menular yang lain.
e.       Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam keluarga.
f.       Pola fungi kesehatan
 Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon :
1)      Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
2)      Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang dialami.
3)      Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler. Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebih.
4)      Pola nutrisi-metabolik
 Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.
5)      Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada kebiasaan BAB dan BAK.
6)      Pola hubungan dengan orang lain
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
7)      Pola persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
8)      Pola reproduksi dan seksual
            Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami perubahan.
9)      Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
10)  Pola nilai dan kepercayaan
            Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.
11)  Pemeriksaan Fisik
a)      paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi, atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.
b)      kardiovaskuler : TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada
c)      neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas.
d)     perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine.
e)      pencernaan
Inspeksi     :kaji adanya mual, muntah ,kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
Perkusi      :kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya kembung.
Palpasi       :adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada abdomen.
f)       Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya sianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit kering

2.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan (Doenges, 2000).
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
 Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan   jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret
 Intervensi:
1)      Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, ronki. Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
2)      Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat dan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada
3)      Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
4)       Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
5)      Kolaborasi
 Berikan obat sesuai indikasi
a) Bronkodilator,
 Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa..
 b) Xantin,
Rasional: Menurunkan edema mukosa antar β-agonis.
c) Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).
Rasional: Menurunkan inflamasi jalan nafas lokal dan edema dan sebagainya.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan alveoli (Doenges, 2000)
 Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
 Intervensi:
1)      Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
 Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2)      Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
3)      Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas.
4)      Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5)      Kolaborasi dengan pemberian
a)       Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri 
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
b)      Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia

c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah (Doenges, 2000)
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
 Kriteria hasil: Pasien akan menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat
Intervensi:
1)      Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evalusi berat badan dan ukuran tubuh
Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2)      Auskultasi bunyi usus
 Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mortilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia
3)      Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tissue
 Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4)      Berikan makan porsi kecil tapi sering.
 Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
5)      Kolaborasi Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi


DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Harrison : Prinsip Prinsip  Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta 2003
Muttaqin. (2005). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan. Salemba Medika.: Jakarta
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar