I.
PENGERTIAN
Penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan
pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan
kategor penyakit paru-paru yang utama dan bronchitis kronis, mana keduanya
menyebabkan perubahan pola pernapasan (Reeves, 2001:41)
Penyakit paru
obstruksi kronis adalah kondisi obstruksi irreversible progresif aliran udara
dan ekspirasi biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk produktif,
serta ntoleransi aktifitas. (Nilah G. Yasin: 2003)
II.
ETIOLOGI
Faktor-faktor
yang mnyebabkan Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1.
Kebiasaan
merokok
2.
Polusi
udara
3.
Paparan
debu, asap
4.
Gas-gas
kimawi akibat kerja
5.
Riwayat
nfeksi saluran nafas
6.
Bersifat
genetik yakni defisiensi a-l anti tripsin
(Arief
Mansjoer: 2002).
Faktor penyebab
dan faktor resiko yang paling utama bagi penderita PPOK atau kondisi yang
secara bersama membangkitkan penderita penyakit
PPOK, yaitu:
1.
Usia
semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
2.
Jenis
kelamin pria lebih beresiko dibandng wanta
3.
Merokok
4.
Berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tdak irasakan
5.
Keterbukaan
terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6.
Polusi
udara
7.
Infeksi
sistem pernafasan akut, seperti pneumonia dan bronkitus
(Neil F.
Gordan:2002)
III.
MANFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis
penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi
purulen atau mukopurulen
3. Sesak, sampai
menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas (mansjoer, 2001)
IV.
PATOFISOLOGI
Pada bronkitis kronik
terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan
obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran
pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit.
Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia
sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi
kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru-paru. (Mansjoer, 2001)
Pada emfisema beberapa
faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki,
produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan
kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena
dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru secara 18 kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi
oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir,
eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan
karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastorius
individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran
keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru,
dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat
yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.
(Mansjoer, 2001)
(Diane C. Baughman, 2000)
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan
atau VEP1/KVP (%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri
tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat,
dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan
sore, tidak lebih dari 20%.
b.
Radiologi (foto toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan
paru berupa hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan
bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (GOLD, 2009).
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (GOLD, 2009).
c.
Laboratorium darah rutin
d.
Analisa gas darah
e.
Mikrobiologi sputum
(PDPI, 2003)
VI.
PENATALAKSANAAN
1.
Penatalaksanaan medis
penatalaksanaan
medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a.
Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b.
Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada
20-40% kasus.
19
19
c.
Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2
sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
d.
Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e.
Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan
nafas. (Davey, 2002)
2.
Penatalaksanaan keperawatan Penatalaksanaan keperawatan dari
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a.
Mempertahankan patensi jalan nafas
b.
Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c.
Meningkatkan masukan nutrisi
d.
Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e.
Memberikan informasi
tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
(Doenges,
2000)
VII.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari Penyakit
Paru Obstruksi Kronik adalah:
a.
Bronkhitis akut
b.
Pneumonia
c.
Emboli pulmo
d.
Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK
stabil
(Lawrence M. Tierney, 2002)
VIII.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan,
pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
b.
Keluhan
utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya
mengeluh adanya sesak nafas.
c.
Riwayat
penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang
dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
d.
Riwayat
penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami
Bronkhitis atau penyakit menular yang lain.
e.
Riwayat
penyakit keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga
ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain
yang ada di dalam keluarga.
f.
Pola
fungi kesehatan
Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi
kesehatan menurut Gordon :
1)
Persepsi
terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
2)
Pola
aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis
mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas gangguan karena
adanya dispnea yang dialami.
3)
Pola
istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya
adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler.
Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena untuk
mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebih.
4)
Pola
nutrisi-metabolik
Adanya penurunan nafsu makan
yang disertai adanya mual muntah pada pasien dengan Bronkhitis akan
mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan
penurunan massa otot.
5)
Pola
eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan
pada kebiasaan BAB dan BAK.
6)
Pola
hubungan dengan orang lain
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan
mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
7)
Pola
persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif
untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image,
identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
8)
Pola
reproduksi dan seksual
Pada
pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami
perubahan.
9)
Pola
mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang
intensif.
10)
Pola
nilai dan kepercayaan
Adanya
kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang
ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan
ibadahnya.
11)
Pemeriksaan
Fisik
a)
paru-paru
: adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi, atau bunyi
tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi yaitu adanya
pneumonia.
b)
kardiovaskuler
: TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral
dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang terjadi
anemia, nyeri dada
c)
neuromuskular
: perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke apatis,somnolen hingga koma
pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan anggota badan dan terganggunya
aktivitas.
d)
perkemihan
: pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi seperti retensi
urine ataupun inkontinensia urine.
e)
pencernaan
Inspeksi
:kaji adanya mual, muntah ,kembung, adanya
distensi abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
Perkusi
:kaji adanya bunyi tympani abdomen
akibat adanya kembung.
Palpasi
:adanya hepatomegali, splenomegali,
mengidentifikasi adanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada
abdomen.
f)
Bone
: adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya sianosis.
Integumen turgor kulit menurun, kulit kering
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi/kelemahan (Doenges, 2000).
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas
paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi,
krekles, ronki. Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius.
2) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien
dengan distress berat dan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada
3) Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek,
basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
4) Rasional: Batuk dapat
menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
5) Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi
a)
Bronkodilator,
Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan
spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa..
b) Xantin,
Rasional:
Menurunkan edema mukosa antar β-agonis.
c)
Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).
Rasional: Menurunkan
inflamasi jalan nafas lokal dan edema dan sebagainya.
b.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan
kerusakan alveoli (Doenges, 2000)
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distres pernafasan.
Kriteria hasil : Pasien
akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi:
1)
Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2)
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
3)
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan
kerja nafas.
4)
Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal
dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5)
Kolaborasi dengan pemberian
a) Awasi/gambarkan
seri GDA dan nadi oksimetri
Rasional: PaCO2 biasanya
meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
b) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi
hasil GDA dan toleransi pasien
Rasional: Dapat
memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia
c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah
(Doenges, 2000)
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat.
Kriteria hasil: Pasien akan
menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat yang tepat
Intervensi:
1)
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kesulitan makan. Evalusi berat badan dan ukuran tubuh
Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena
dispnea, produksi sputum, dan obat.
2)
Auskultasi bunyi usus
Rasional:
Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mortilitas gaster dan
konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia
3)
Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus
untuk sekali pakai dan tissue
Rasional: Rasa tidak enak,
bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat
mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4)
Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional: Membantu
menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
5)
Kolaborasi Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan
makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan
oral/selang, nutrisi parenteral.
Rasional:
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan
Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume
ketiga, Jakarta 2003
Muttaqin. (2005). Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Pernafasan. Salemba Medika.: Jakarta
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing
Intervention Clasification. Mosby. USA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar