iklankan produkmu

Sabtu, 15 Oktober 2016

konsep dasar CARDIOMIOPATI

A.    DEFINISI
Kardiomiopati adalah setiap penyakit atau cedera pada jantung yang tidak berhubungan dengan penyakit arteri koroner, hepertensi, atau malformasi congenital. Kardiomiopati dapat terjadi setelah suatu infeksi jantung, akibat penyakit otoimun, atau setelah individu terpajan toksin tertentu, termasuk alcohol dan banyak obat anti kanker. Kardiomiopati dapat terjadi secara idiopatik.(Corwin, 2009).
Kardiomiopati adalah suatu penyakit miokardium yang menyerang otot jantung (miokard) dan penyebabnya tidak diketahui. Akan tetapi, hampir pada setiap penyakit, miokardium jantung dapat turut berubah secara berangsurangsur. Begitu juga pada penyakit jantung bawaan atau yang didapat, bisa menyebabkan terjadinya hipertrofi otot jantung. Berbagai keadaan ekstrakardial, misalnya: anemia, tirotoksikosis, beri-beri, infeksi, dan berbagai penyakit sistemik seperti lupus eritematosus diseminata, dan periarteritis nodosa dapat mempengaruhi miokard. (Muttaqin, 2009).

B.     ETIOLOGI
Sebagian besar penyebab kardiomiopati tidak diketahui ada beberapa sebab yang diketahui antara lain: infeksi berbagai mikroorganisme toksik seperti etanol: metabolic misalnya pada buruknya gizi dan dapat pula diturunkan.(Muttaqin, 2009).
Goodwin dalam Mansjoer, et.al 2000, membagi etiologi berdasarkan klasifikasi kardiomiopati yaitu sebagai berikut:
1.       Kardiomiopati dilatasi/kongsetif: etiologinya sebagian besar tidak diketahui, namun mungkin berhubungan dengan virus, penggunaan alcohol yang berlebihan,penyakit metabolic,kelainan gen dan sebagainya.
2.        Kardiomiopati hypertrofi : Penyebabnya tidak diketahui namun sebagian diturunkan secara autosom dominan.
3.        Kardiomiopati restriktif : etiologinya penyakit-penyakit yang menginfiltrasi miokardium, seperti amiloidosis hemokromatisis, sarkoidosis, dan sebagainya.

C.    TANDA DAN GEJALA
Kardiomiopati dapat terjadi pada setiap usia dan menyerang pria maupun wanita. Kebanyakan orang dengan kardiomiopati pertama kali datang dengan gejala dan tanda gagal jantung. Dispnu saat beraktifitas, parosikmal nokturnal dispnu (PND), batuk, dan mudah lelah adalah gejala yang pertama kali timbul.
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan kongesti vena sistemik, distensi vena jugularis, pitting edema pada bagian tubuh bawah, pembesaran hepar, dan takikardi. (Smeltzer, 2001).

D.    KEMUNGKINAN KOMPLIKASI
1.        Dapat terjadi infark miokard apabila kebutuhan oksigen ventrikel yang menebal tidak dapat dipenuhi.
2.       Dapat terjadi gagal jantung pada kardiomiopati dilatasi apabila jantung tidak mampu memompa keluar darah yang masuk. (Corwin, 2009).

E.     PATOFISIOLOGI
Miopati merupakan penyakit otot. Kardiomiopati merupakan sekelompok penyakit yang mempengaruhi struktur dan fungsi miokardium.
Kardiomiopati digolongkan berdasar patologi, fisiologi dan tanda klinisnya. Penyakit ini dikelompokkan menjadi (1) kardiomiopati dilasi atau kardiomiopati kongestif; (2) kardiomiopati hipertrofik; (3) kardiomiopati restriktif. Tanpa memperhatikan kategori dan penyebabnya, penyakit ini dapat mengakibatkan gagal jantung berat dan bahkan kematian.
Kardiomiopati dilasi atau kongistif adalah bentuk kardiomiopati yang paling sering terjadi. Ditandai dengan adanya dilasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri, dan stasis darah dalam ventrikel. Pada pemeriksaan mikroskopis otot memperlihatkan berkurangnya jumlah elemen kontraktil serat otot. Komsumsi alkohol yang berlebihan sering berakibat berakibat kardiomiopati jenis ini.
Kardiomiopati hipertrofi jarang terjadi. Pada kardiomiopati hipertrofi, massa otot jantung bertambah berat, terutama sepanjang septum. Terjadi peningkatan ukuran septum yang dapat menghambat aliran darah dari atrium ke ventrikel; selanjutnya, kategori ini dibagi menjadi obstruktif dan nonobstruktif.
Kardiomiopati restritif adalah jenis terakhir dan kategori paling sering terjadi. Bentuk ini ditandai dengan gangguan regangan ventrikel dan tentu saja volumenya. Kardiomiopati restriktif dapat dihubungkan dengan amiloidosis (dimana amiloid, suatu protein, tertimbun dalam sel) dan penyakit infiltrasi lain. Tanpa memperhatikan perbedaannya masing-masing, fisiologi kardiomiopati merupakan urutan kejadian yang progresif yang diakhiri dengan terjadinya gangguan pemompaan ventrikel kiri. Karena volume sekuncup makin lama makin berkurang, maka terjadi stimulasi saraf simpatis, mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Seperti patofisiologi pada gagal jantung dengan berbagai penyebab, ventrikel kiri akan membesar untuk mengakomodasi kebutuhan yang kemudian juga akan mengalami kegagalan. Kegagalan ventrikel kanan biasanya juga menyertai proses ini. (Smeltzer, 2001).
F.     PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut:
1.       Foto toraks, pada kardiomiopati dilatatif akan didapatkan kardiomegali dan edema paru
2.        EKG akan tampak left ventrikel hypertropi pada jenis kardiomiopati hipertrofi
3.       Ekokardiografi: dapat dilihat adanya dilatasi, penebalan pada jantung (Muttaqin, 2009).

G.    PENATALAKSANAAN
1.        Pembatasan garam dan pemberian diuretic dilatasi untuk mengurangi volume diastolic akhir. Terapi yang lain untuk gagal jantung mungkin diperlukan.
2.       Diberikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan embolus. Sebagai contoh, warfarin, heparin, dan obat baru, ximelagatran. Temuan terbaru memperlihatkan bahwa ximelagatran memiliki efek samping lebih sedikit dibandingkan obat lain dan pemantauan mungkin tidak diperlukan sebagai obat keras. Ximelagataran sedikit diketahui berinteraksi dengan makanan atau obat lain.
3.        Penyekat beta diberikan untuk kardiomiopati hipertrofik dengan tujuan menurunkan kecepatan denyut jantung, sehingga waktu pengisian diastolic meningkat. Obat – obat ini juga mengurangi kekakuan ventrikel.

4.        Dapat diusahakan reseksi bedah pada bagian miokardium yang mengalami hepertrofi. 5. Penyekat saluran kalsium tidak digunakan karena dapat semakin menurunkan konraktilitas jantung. (Corwin, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar