BAB
I
KONSEP
DASAR PENYAKIT
A.
DEFINISI
Urtikaria merupakan istilah kilnis
untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai dengan adanya pembentukan
bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan bekas yang
terlihat. ( robin graham, brown. 2205 )
Urtikaria yaitu keadaan yang di
tandai dengan timbulnya urtika atau edema setempat yang menyebabkan penimbulan
di atas permukaan kulit yang di sertai rasa sangat gatal ( ramali, ahmad. 2000
)
Urtikaria adalah lesi sementara yang
terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh haloeritematosa. Lesi
tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan seringkali menimbulkan
rasa gatal. (Harrison, 2005). Urtikaria dikenal dengan nama Hives, nettle rash,
biduran, kaligata.
B.
ANATOMI FISIOLOGI
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh
permukaan luar tubuh. Lapisan luar
kulit adalah epidermis dan lapisan dalam kulit adalah dermis atau korium.
Epidermis terdiri
atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basale (stratum germinativum). Fungsi epidermis
sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen
(sel langerhans).
Dermis terdiri dari
dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler yang merupakan lapisan
tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis berfungsi sebagai
struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing
forces dan respon inflamasi. Subkutis merupakan lapisan di bawah
dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak, berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting
bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi, dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit,
trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme
patogen. Kulit berperan pada
pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
C.
ETIOLOGI
1. Obat
Bermacam-macam
obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun non-imunologik.
Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria
secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik
langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat
kontras.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada
urtikaria akut, umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan yang sering
menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei,
babi, keju, bawang, dan semangka.
3. Gigitan
atau sengatan serangga
4. Bahan
fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin,
fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan
urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora
jamur, debu, asap, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan
urtikaria alergik (tipe I).
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah
kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan,
bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan
kosmetik.
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin,
faktor panas, faktor tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik.
8. Infeksi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria,
misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.
9. Psikis
10. Genetik
11. Penyakit
sistemik
Beberapa
penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering
disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi
D.
MANIFESTASI
KLINIS
1.
Gatal
2.
Rasa terbakar/tertusuk
3.
Tampak eritema & oedema setempat berbatas tegas, kadang
bagian tengah tampak lebih pucat
4.
Bentuk popular
5.
Dermografisme : oedema & eritema yg linear di kulit bila
terkena tekanan/goresan benda tumpul, timbul 30 menit
E.
PATOFISIOLOGI
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai
permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang
mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema
setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator misalnya
histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis
(SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu
merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang
nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate)
memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti
golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein,
polimiksin, dan beberapa antibiotik
berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan
oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat
mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya panas,
dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel
mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat
merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang
akut daripada yang kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan
atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai
berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan
mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya
alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen
secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin
(C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat
venom atau toksin bakteri.
F.
KOMPLIKASI
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh
tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura
dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa
menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang
berat bisa mempengaruhi kualitas hidup. Dapat pula terjadi angioedema
G.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial,
profil kimia, laju endap darah (LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis
dan biakan urine, antibody antinuclear
2.
Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau
panorex
3.
Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan
sifilis, factor rheumatoid, komplemen serum, IgM, IgE serum
4.
Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan
biopsy nyingkirkakulit untuk men kemungkinan vaskulitis urtikaria.
H.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
1. Identifikasi
dan pengobatan adalah menghindari factor resiko, ini yang paling penting dan
hanya ini yang efektif untuk terapi jangka panjang.menghindari aspirin atau
zat-zat aditif pada makanan ,diharapkan dapat memperbaiki kondisi sekitar 50%
pasien dengan urtikaria kronik idiopatik.
2. Pengobatan
local
a)
Kompres air es atau mandi air hangat
dengan mencampurkan koloid aveno oatmeal yang bisa mengurangi gatal.
b)
Lotion anti pruritus atau emulsi
dengan 0,25% menthol bias membantu dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion
calamine.
1.
Pengobatan sistemik
a)
Anti histamine dengan antagonis H1 adalah
terapi pilihan
b)
Doxepin yaitu anti depresan
c)
Kombinasi antihistamin H1 dan H2
misalnya simetidin
d)
Cyproheptadin ,mungkin lebih efektif
dari pada antihistamin
e)
kortikosteroid biasanya digunakan untuk mengontrol
vascukitis urtikaria
f)
Profilaksis dengan steroid anabolic
misalnya : danazol,stanozolol
g)
Hormon tyroid juga dilaporkan dapat
meringankan urtikaria kronis dan angioderma
h)
Terapi antibiotic juga dilaporkan
bisa pada pasien yang terinfeksi helicobacter pylory dengan urtikaria kronis.
BAB
II
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
Pasien.
2.
Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3.
Riwayat
Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak
kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan
apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien
dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada
keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien
merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien
pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien
tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
4.
Pemeriksaan
fisik
a. KU : lemah
b. TTV : suhu naik atau turun.
c. Kepala: Bila kulit
kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d. Mulut :Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama
yang disebabkan oleh obat.
e. Abdomen : Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
f. Ekstremitas : Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g. Kulit : Kulit periorbital mengalami inflamasi
dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi
gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan
skuama.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Potensial terjadinya infeksi b.d. adanya luka akibat
gangguan integritas
2. Resiko kerusakan kulit b.d. terpapar alergen
3. Perubahan rasa nyaman b.d. pruritus
4. Gangguan citra tubuh b.d. penampakan kulit yang
tidak bagus
C.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1.
Potensial
terjadinya infeksi b.d. adanya luka akibat gangguan integritas
·
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
·
Kriteria hasil
:
Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.
- RR :12-24 x/menit
- N : 70-82 x/menit
- T : 36-37 OC
- TD : 120/85 mmHg
Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor,
rubor, tumor, infusiolesa)
Hasil
pemeriksaan laboratorium dalam batas normal Leuksosit darah : 4.400 – 11.300/mm3
·
Intervensi:
1. Lakukan tekni aseptic dan antiseptic dalam
melakukan tindakan pada pasien
2. Ukur tanda vital
tiap 4-6 jam
3. Observasi
adanya tanda-tanda infeksi
4. Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP
5. Libatkan
peran serta keluarga dalam memberikan bantuan pada klien.
6. Jaga
lingkungan klien agar tetap bersih.
2. Kerusakan kulit b.d. Terpapar alergen
·
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
·
Kriteria hasil
:
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
·
Intervensi:
1. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap
alergen yang telah diketahui.
2. Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan
yang mengandung alergen
3. Hindari binatang peliharaan.
4. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat
kerja, bila memungkinkan.
3. Perubahan rasa nyaman b.d. pruritus
·
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
·
Kriteria hasil
:
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet
akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien
mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
·
Intervensi:
1.
Jelaskan
gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip
terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
2.
Cuci
semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia
lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
3.
Gunakan
deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang
tertinggal.
4.
Jaga
kebersihan kulit pasien
4.
Gangguan citra
tubuh b.d. penampakan kulit yang tidak bagus
·
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
·
Kriteria Hasil
:
1.
Mengembangkan
peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.
Mengikuti dan
turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.
Melaporkan
perasaan dalam pengendalian situasi.
4.
Menguatkan
kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.
Mengutarakan
perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.
Tampak tidak
meprihatinkan kondisi.
7.
Menggunakan
teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan
·
Intervensi:
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak
mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap
perkembangan.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien
yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt
merias, merapikan.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.